Mengapa Banten tidak mau ibu kotanya dipindahkan ke Anyer?
Sejarah
Olivia335
Pertanyaan
Mengapa Banten tidak mau ibu kotanya dipindahkan ke Anyer?
1 Jawaban
-
1. Jawaban abc326
karena Dalam catatan orang Eropa yang berasal dari catatan laporan perjalanan Tome Pires (1513), Banten digambarkan sebagai sebuah kota pelabuhan yang ramai dan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Catatan itu menjelaskan juga bahwa Banten merupakan sebuah kota niaga yang baik karena terletak di sebuah teluk dan muara sungai. Kota ini dikepalai oleh seorang syahbandar dan wilayah niaganya tidak hanya menjangkau Sumatera melainkan juga sampai di Kepulauan Maldwipa. Barang dagangan utama yang diekspor dari pelabuhan ini ialah lada, beras, dan berbagai jenis makanan lainnya.
Selain dari sumber asing, ada juga sumber lokal yang menyebut-nyebut Banten. Carita Parahiyangan yang ditulis pada tahun 1518 menyebutkan adanya sebuah tempat yang bernama Wahanten Girang yang terletak agak ke pedalaman. Wahanten Girang dapat dihubungkan dengan nama Banten, bahkan oleh sebagian orang nama kota ini dipandang sebagai kata asal bagi nama Banten.
Pada pertengahan abad ke-16, Banten bukan hanya sebagai pelabuhan dagang saja, melainkan juga telah tumbuh sebagai pusat kekuasaan (kerajaan). Kesultanan Banten didirikan oleh dua unsur utama, yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Kekuatan politik yang merintis beridirnya Kesultanan Banten terdiri atas tiga kekuatan utama yaitu Demak, Cirebon, dan Banten sendiri dengan Sunan Gunung Jati, Fatahillah, dan Maulana Hasanuddin sebagai pelopornya.
Perintisannya diawali dengan kegiatan penyebaran agama Islam, kemudian pembentukkan kelompok masyarakat muslim, penguasaan daerah secara militer (1526), dan akhirnya penguasaan daerah secara politik sampai berdirinya suatu pemerintahan yang berdiri sendiri yang diberi nama Kesultanan Banten.
Kekuatan kedua yang melahirkan Kesultanan Banten adalah para pedagang muslim, baik para pedagang setempat maupun para pedagang yang berasal dari daerah lainnya. Kenyataan ini didukung oleh suatu kenyataan bahwa sejak awal abad ke-15 Masehi di pesisir utara teluk Banten telah tumbuh kantong kantong permukiman orang-orang muslim.
Masalahnya sekarang adalah siapakah yang mendirikan Kesultanan Banten? Pertanyaan ini perlu dikemukakan mengingat sampai saat ini masih terdapat dua versi. Versi pertama yang mendirikan Kesultanan Banten adalah Maulana Hasanudin dan versi kedua menyatakan bahwa Sunan Gunung Jati merupakan pendiri Kesultanan Banten bersamaan dengan Kesultanan Cirebon.
Menurut pendapat pertama, Pangeran Hasanudin atas petunjuk ayahnya, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), mendirikan Kota Surosowan sebagai ibukota kerajaan. Setelah kota itu selesai dibangun, Maulana Hasanudin kemudian diangkat sebagai penguasa pertama Banten, yang pada waktu itu belum berdaulat karena masih berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Sunda. Pendapat ini didasarkan pada sebuah teks yang berbunyi :
Pada waktu itu di Banten sedang timbulhuru hara yang disebabkan oleh
Pangeran Sabakingkin, putera Susuhunan Jatipurba dengan para
pengikutnya … orang-orang muslim dan para muridnya, bertambahtambah
dengan kedatangan angkatan bersenjata Demak dan Cirebon
yang telah berlabuh di Pelabuhan Banten, kemudian menyerang dan
memukul … angkatan bersenjata Budha-prawa. Adipati Banten dan
para pengikutnya melarikan diri masuk ke hutan belantara menuju ke
arah tenggara ke kota besar Pakuan Pajajaran. Setelah itu dinobatkanlah
Pangeran Sabakingkin di Negeri Banten dengan gelar Pangeran
Hasanudin oleh ayahnya dipertuan bagi seluruh Daerah Sunda yang
berpusat di Paserbumi yaitu negeri Cirebonatau Carage …”
Menurut pendapat pertama ini, pengangkatan Maulana Hasanudin sebagai penguasa Banten terjadi tahun 1552, tepat ketika usianya menginjak 27 tahun.
Pendapat ini ditolak oleh Hoesein Djajadiningrat yang berpendapat bahwa pendiri Kerajaan Banten bukanlah Maulana Hasanudin, melainkan Sunan Gunung Jati. Selain mendirikan Kerajaan Banten, ia pun mendirikan Kerajaan Cirebon. Sunan Gunung Jati merupakan orang yang mengangkat anaknya, Maulana Hasanudin, sebagai Raja Banten Ke-2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada mulanya Banten merupakan tempat kedudukan Sunan Gunung Jati selaku raja dan Cirebon dikatakan sebagai mandalanya. Ketika Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon, Banten seolah-olah hanya menjadi suatu kabupatian saja atau seolah-olah hanya merupakan bagian dari Kerajaan Cirebon. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati membawahi Banten dan Cirebon sekaligus.
Dalam sumber tradisional, penguasa Banten Girang yang bernama Pucuk Umun putra Prabu Seda berhasil ditaklukan oleh Syeh Nurullah (Sunan Gunung Jati). Dengan penaklukan itu, Syeh Nurullah menjadi penguasa baru di Banten dan telah meletakkan dasar Kerajaan Banten sehingga ia bisa dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banten.