pemberontakan pada masa bani umayyah
Sejarah
usna2
Pertanyaan
pemberontakan pada masa bani umayyah
1 Jawaban
-
1. Jawaban frily6
Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu- dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan al-Hasan bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah –radhiyallaahu ‘anhu-diserahkan kepada dewan syura kaum Muslimin dan terserah kepada mereka siapa yang dipilih untuk mengisi kekosongan jabatan khalifah.[4]
Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid –rahimahullaahu ta’ala- sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid –rahimahullaahu ta’ala- naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinahtidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid –rahimahullaahu ta’ala- kemudian mengirim surat kepada gubernurMadinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin ‘Ali dan‘Abdullah Bin Zubair Ibnul Awwam–radhiyallaahu ‘anhum-. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut‘Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan penggabungan kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma-. Pada tahun 680 M, ia berangkat dari Mekkah ke Kufahatas tipu daya golongan Syi’ah yang ada di Irak. Ummat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid . Mereka berusaha menghasut dan mengangkat Husein –radhiyallaahu ‘anhuma- sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karballa, sebuah daerah di dekatKufah, tentara dan seluruh keluarga Husein –radhiyallaahu ‘anhuma- kalah dan Husein –radhiyallaahu ‘anhuma-sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karballa.
Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan sebab terbunuhnya Husein –radhiyallaahu ‘anhuma-. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaumSyi’ah terjadi. Yang termashur diantaranya adalah pemberontakan al-Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai Nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaumMawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Al-Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan ‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma-. Namun, Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- juga tidak berhasil menghentikan gerakanSyi’ah.[5]
‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah al-Husein bin ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhuma- terbunuh.[6] Tentara Yazid kemudian mengepungMadinah dan Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan ‘Abdullah bin Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan ‘Abdul Malik bin Marwan. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah.Ka’bah diserbu. Keluarga Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- dan sahabatnya melarikan diri, sementara Ibnu Zubair –radhiyallaahu ‘anhuma- sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H/692 M.[7]
Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompokKhawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (andalus). Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz –rahimahullaahu ta’ala- (717-720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menyadarkan golonganSyi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Zakat diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.