B. Indonesia

Pertanyaan

Gan aku mau nanya tolong bantuin certain novel Laskar Pelangi dari awal sampai akhir tapi di ringkas dan memakai bahasa gan sendiri maaf sebelumnya... terima kasih

1 Jawaban

  • Hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD Muhammadyah menjadi sangat menegangkan bagi dua guru luar biasa, Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan (Ikranagara), se menandakan bagian2 dari serian ini adalah fiksi. Gw sendiri belom baca bukunya. Kemaren abis nonton mau beli, ternyata harus 69rb. Udah gitu tebel. Akhirnya tadi gw download aja. Cuman ~700kb. Tapi males bacanya. Gw lagi baca Michelangelo & plafon sang Paus.
    Anyway, Kisah ini mengikuti 10 anak yang sekolah di sebuah SD gubuk, di Belitong, dimana sebuah perusahaan tambang timah bermerk Timah menimbang timah & yang kerja disono ceritanya dapet sekolah di SD PN Timah. Walau klaim sang narrator bahwa kekayaan alam Belitong dirampas perusahaan tersebut, dan rakyat disitu tidak mendapat menikmati hasilnya, SD PN timah menggunakan meja2 baru dipoles dengan pensil yang selalu baru diserut dengan kontras gubuknya SD Muhammadiyah. Kontras ini dipertajam dengan SD Timah selalu memakai seragam yang baru dijahit dan memakai batik hari Senin, dan murid2 SD Muhammadiyah, dipakaikan baju satu2nya.
    Menariknya, film ini tidak ditulis dengan bahasa baku selayaknya film indonesia biasa, namun masih disuntik peribahasa indonesia baku untuk accesibility.
    Seperti lainnya film seperti ini, 10 anak ini memiliki keteguhan hati baja untuk bersekolah, dimana gurunya, walau ditekan oleh departemen pendidikan untuk menutup sekolah tersebut, karena tidak ada angkatan lain selain angkatan 10 anak ini, terus tegar mengajar sampe kepala sekolahnya mati di kantor, meninggalkan guru cenya sendirian ngajar 10 anak, yang lalu putus asa, namun anak2 ini tetap tegar untuk terus belajar sendiri. Namun sayang sekali, walau kisah ini sebenarnya adalah kisah tentang Lintang & … siapa tuh nama anak pemeran utamanya? Penuturan cerita ini sangatlah vague tentang kisah siapa ini yang diceritakan, dengan 1/20 bagian pertamanya menceritakan tentang… siapa tuh nama pemeran utamanya, yang balik kampung, 1/3 kemudian menceritakan tentang 2 guru teladan seideal film jaman orde baru, 1/3 kemudian tentang … apapula lah termasuk cinta yang cintanya ga kerasa & kerasa konyol (audience ketawa, nggak bisa disangkal), dan 1/3 terakhir menekankan bahwa mereka harus belajar lebih tekun untuk sesuatu yang harus mereka menangkan, yang ternyata cuma lomba cerdas cermat, yang terancam gagal karena seekor buaya ngehalangin jalan anak yang paling pinter.
    Idealisme warisan jaman orde baru seperti ini sayangnya meracuni film dari dunia “yang sempurna” ini, dan dengan clichenya anak yang paling pinter pun bapaknya tewas melaut supaya dia bisa putus sekolah & menafkahi adik2nya.
    Waktu pertama melihat film ini, saya merasa film ini sepertinya dibuat oleh orang lulusan sekolah seni. (dan ternyata iya, Riri Riza lulusan IKJ) Dimana ada adegan si tokoh utama jatuh cinta ketika melihat tangan ce Chinese yang terang benderang lengkap dengan lens flare dan bunga2 berjatuhan. Juga betapa hancur dunianya ketika dia mendapati ce tersebut pindah ke Jakarta dengan berjatuhannya benda2 di sekitarnya.
    Kontrasnya aktor berpengalaman yang bermain di film ini membuat aktor2 amatir di film ini menonjol seperti jempol yang merah. Entah apa ini kurang arahan dari sutradara, atau bagian kasting, tapi sebagian anak di film ini tampaknya mereka cuma senang aja bisa muncul di layar lebar, dan kurang mengerti peran mereka.
    Sinema Indonesia masih harus banyak belajar dari Sinema asing tentang struktur cerita, sinematografi dan simbolisme.
    Seperti yang diangkat Mbah Fauzie, warna film ini sangat belel. Laiknya warna film Dono/Kasino/Indro di tahun 80an. Saya tahu Indonesia bisa membuat film dengan warna yang baik dan lebih konstan antara adegan, seperti film Jalangkung dulu yang ditransfer ke DVD pun warnanya masih baik.
    Namun, akhirnya ada film indonesia yang bukan tentang cerita cinta ataupun sesetanan. Walau katanya film denias mengangkat topik yang sama, sepertinya kisahnya nggak sebesar
    Maaf ngak lengkap soalnya udah ngak bisa lagi ditambahin

Pertanyaan Lainnya